Rabu, 03 Juni 2009

MENARIK KORELASI PENGELOLAAN LEMBAGA PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA
Oleh: MOHAMMAD TAYYIB, S.Ag

A.Pendahuluan
Berbagai masalah mengiringi pelaksanaan pendidikan dengan segala aspeknya dalam setiap jenjang dan jalurnya. Demikian pula masalah tersebut senantiasa mengitari pembelajaran yang merupakan kegiatan utama dalam pendidikan. Tidak jarang masalah tersebut terabaikan sehingga target dan tujuan pendidikan yang telah dicanangkan oleh pengelola pendidikan menjadi hal yang niscaya. Alternatif-alternatif solusi masalah tersebut telah ditawarkan oleh para pedagogis untuk mencegah kegagalan pendidikan demi nasib bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu harapan dan keinginan menuju semakain baiknya proses dan hasil pendidikan tidak saja ditumpukan pada pelaksana pendidikan, melainkan masyarakat dan pemerintah dituntut untuk bahu membahu memberikan kontribusi dalam hal ini.
Demi melihat semakain kompleknya permasalahan pendidikan, seiring dengan tuntutan pemberian otonomi pendidikan seluas-luasnya pada pengelola pendidikan, maka akhir-akhir ini lahirlah sistem pengelolaan pendidikan yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sesuai dengan namanya, pada tataran aplikasinya, Manajemen Berbasis Sekolah memeberikan kesempatan seluas-luasnya pada lembaga pendidikan untuk mengaktualisasikan potensi dirinya sesuai dengan kondisi dan situasi di lembaga pendidikan tersebut.
Menyambut datangnya angin segar pada pendidikan ini, pengelola sekolah menjalankan roda kegiataanya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pendidikan tidak lagi "disesuaikan" dengan "kemauan" pemerintah. Akan tetapi palaksanaan pendidikan lebih menekankan pada kemampuan dan kondisi sekolah yang hal itu tentu saja menggambarkan keinginan masyarakat sekitarnya sebagai stakeholders utama dalam pelaksanaan misi dan visi pendidikan.
Aplikasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak saja pada pelaksaaan tata laksana kerja administrasi pendidikan, melainkan hal itu diharapkan dapat juga dilaksanakan pada tataran filosofis pengambilan kebijakan pendidikan, baik yang sifatnya intern seperti tentang pemetaan kurikulum, pembagian jam pelajaran, pemenuhan kebutuhan fisik sekolah, penentuan teknik pembelajaran. dan sebagainya, maupun yang sifatnya megikat keluar (ekstern) seperti pengangkatan tenaga kependidikan, pemilihan relasi pendidikan, dan sebagainya.
Dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pengelola sekolah juga dituntut untuk memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Demikian pula model pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi anak didik, minat dan bakatnya, serta kompetensi yang diharapkan muncul dari anak didik berdasarkan minat dan bakat tersebut.
Berangkat dari asumsi awal bahwa pelaksanaan pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, bakat, dan keinginan peserta didik, maka tulisan ini akan mencoba mempelajari bagaimana menarik korelasi pengelolaan sekolah dengan pendekatan Manajemen Berbasisi Sekolah (MBS) dengan pembelajaran Bahasa Arab di lembaga pendidikan agama yang untuk sementara "dianggap berkompeten" untuk mengembangkan kemampuan Bahasa Arab pada anak didiknya.

B. Memahami Makna Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen adalah serangkaian upaya dan proses pemberdayaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang melibatkan dua orang atau lebih untuk menuju target dan sasaran sebuah organisasi yang telah ditetapkan bersama. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pengelolaan seluruh aspek kegiatan dan kebijakan sekolah berdasarkan potensi dan kemampuan dasar sebuah satuan lembaga pendidikan (sekolah). Potensi dan kemampuan dasar yang dimiliki sekolah meliputi kemampuan dalam menyediakan tenaga kerja (guru dan karyawan), merencanakan kurikulum yang memenuhi kebutuhan masyarakat, memetakan perencanaan pengembangan sekolah yang meliputi pengembangan fisik dan sistem pengelolaannya, serta mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, MBS berarti suatu tata laksana kerja yang mengikat pada seluruh aspek pembelajaran yang meliputi penentuan mata pelajaran, penentuan tenaga edukatif, perencanaan jumlah jam pelajaran, penentuan jenis evaluasi dan sistem yang mengiringinya, serta pemilihan strategi pembelajatran untuk masing-masing mata pelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Arab, MBS memberikan kesempatan kepada pengajar Bahasa Arab untuk menentukan; materi atau silabus pelajara, sistem pemelajaran, sistem evaluasi, dan yang paling penting adalah penentuan metode pembelajaran. Dengan kesempatan tersebut pengajar mata pelajaran Bahasa Arab dapat mengekplorasikan kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran dengan menganilisis keadaan siswa yang sedang menempuh pelajaran serta kondisi sosial masyarakat di lingkungan pendidikan.
C. Aplikasi Manajemen Berbasisi Sekolah Dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Bahasa Arab merupkan satu disiplin ilmu yang terdiri dari berbagai aspek keterampilan utama di dalamnya. Aspek keterampilan utama tersebut meliputi keterampilan mendengar (maharat al-istima'), keterampilan berbicara (maharat al-kalam), keterampilan membaca (maharat al-qiraah), dan keterampilan menulis (maharat al-kitabah). Keempat keterampilan tersebut merupakan ketrampilan bahasa yang saling berurutan dan saling berkait. Pembelajar Bahasa Arab akan mudah menguasai Bahasa Arab apabila ia memulainya dengan melatih keterampilan-keterampilan tersebut secara berurutan yang dimulai dari keterampilan mendengar, berbicara dan seterusnya. Demikian juga ia akan mengalami kesulitan untuk benar-benar memiliki kemampuan berbahsa Arab yang baik apabila ia mempelajarinya dengan tidak mengindahkan sistematika keterampilan yang harus dikuasainya.
Untuk membantu pembelajar agar dapat dengan mudah menguasai masing-masing keterampilan tersebut sesuai tingkatannya, seorang pengajar harus mampu memilih materi atau topik pelajaran sesuai dengan kesenangan dan pengalaman siswa. Di sisi lain pilihan metode dan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa juga menentukan keberhasilan peserta didik dalam menguasai Bahasa Arab. Di sinilah letak korelasi pembelajaran Bahasa Arab dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Oleh karena itu berikut ini akan dijelaskan secara singkat aplikasi pembelajaran Bahasa Arab pada masing-masing tingkatan dengan menggunakan pendekatan MBS.
1. Mengajar Keterampilan Mendengar (Maharat al-Istima')
Keterampilan mendengar (maharat al-istima') merupakan keterampilan awal dalam pembelajaran bahasa, baik bahasa ibu maupun bahasa asing termasuk didalamnya adalah Bahasa Arab. Dengan demikian kegagalan dalam pembelajaran keterampilan ini dapat mengakibatkan kegagalan pada pembelajaran keterampilan-keterampilan bahasa berikutnya.
Untuk mengajar keterampilan mendengan (maharat al-istima') ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pengajar Bahasa Arab. Langkah-langkah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Penyediaan tenaga pengajar yang baik dan berkompeten (kualified). Untuk penyediaan tenaga pengajar tersebut, lembaga pendidikan dapat memilih alternatif langkah sebagai berikut:
1) Mendatangkan pembicara asli barhasa Arab (al-natiq al-ashli atau native speaker) sebagai pengajar utama. Langkah ini memiliki kelebihan dalam memberikan cara pengucapan bahasa asing secara benar serta dapat mengetahui berbagai dialek bahasa tersebut. Akan tetapi kelemahan utama dalam langkah ini adalah kesulitan beberapa lembaga pendidikan untuk mendatangkan pembicara asli tersebut berkaitan dengan sulitnya menemukan mereka di sekitar lembaga pendidikan kita, dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk itu.
2) Memberikan mandat pengajaran Bahasa Arab kepada tenaga lokal yang dianggap kualified dibidangnya. Tenaga lokal tersebut harus merupakan alumni dari lembaga pendidikan yang memilih jurusan pengajaran bahasa dalam program studinya. Dengan demikian tenaga edukatif tersebut diharapkan untuk mampu berperan sebagai pengajar bahasa seperti pembicara aslinya. Oleh karena itu ia akan berusaha untuk semaksimal mungkin mendekatkan peserta didik dengan pengucapan dan dialek Bahasa Arab yang asli. Dalam hal ini langkah yang dapat diambil adalah mengajar dengan menggunakan alat bantu kaset (pita suara) berBahasa Arab yang langsung diucapkan oleh orang Arab. Atau bisa saja tenaga edukatif membawa peserta didik ke laboratorium bahasa untuk menonton film berbahsa Arab atau mendengarkan beberapa percakapan Bahasa Arab. Dalam hal ini dibenarkan apabila tenaga pengajar sekali-kali menjelaskan isi pembicaraan asli dengan Bahasa Arab yang dapat dijangkau oleh peserta didik, tentu saja penjelasan tersebut merupakan Bahasa Arab yang lebih sederhana dibandingkan dengan Bahasa Arab yang diucapkan oleh pembicara asli tersebut.
b. Penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar pelajaran. Dalam pembelajaran istima' metode yang paling tepat digunakan adalah metode langsung (al-thariqah al-mubatsarah atau direc method). Dalam metode ini pengajar mengantarkan seluruh materi pelajaran dengan Bahasa Arab, dan sangat tidak dibenarkan menggunakan bahasa ibu. Apabila dalam instruksi pembelajaran, peserta didik tidak dapat menjangkau atau tidak dapat memahaminya, maka pengajar berusaha untuk menjelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana dengan tetap menggunakan Bahasa Arab. Penggunaaan alat peraga (wasilat al-idhah) sangat dianjurkan untuk mempercepat pemahaman peserta didik. Dengan kedisiplinan yang tinggi, peserta didik akan berusaha untuk memahami materi pelajaran secara berkala.
c. Pemilihan materi atau topik pelajaran. Siswa akan termotivasi belajar apabila ia menyenangi materi pelajaran. Kaidah ini berlaku dalam pelajaran keterampilan mendengar (maharat al-istima'). Oleh karena itu pengajar harus pandai memilih topik yang disenangi peserta didik. Topik yang disenangi tersebut biasannya berupa topik-topik yang telah dialami atau dikenal peserta didik dalam kehidupannya. Hal yang perlu diperhatikan oleh peserta didik dalam memilih topik pelajaran adalah penyusunan topik-topik pelajaran yang harus dimulai dari topik yang paling mudah dan sederhana serta akrab dengan dunia siswa, kemudian meningkat sedikit demi sedikit menuju topik-topik yang sulit.
Pembelajaran keterampilan mendengar (maharat al-istima') di lembaga pendidikan agama dapat menerapkan langkah-langkah tersebut secara bersamaan. Hal ini mengingat hal-hal yang dibutuhkan dalam aplikasi langkah-langkah tersebut telah banyak tersedia di lembaga pendidikan agama, seperti penyediaan tenaga edukatif yang kualified, penggunaan bahasa pengantar Bahasa Arab yang sedikit banyak dapat dijalankan dengan baik, dan terdapatnya materi pelajaran lain yang rata-rata memiliki korelasi dengan pelajaran Bahasa Arab.
2. Mengajar Keterampilan Berbicara (Maharat al-Kalam)
Keterampilan berbicara (maharat al-kalam) adalah kelanjutan dari keterampilan mendengar. Kedua keterampilan ini saling terkait. Orang yang pendengarannya baik dimungkinkan untuk dapat berbicara dengan baik pula, sebaliknya orang yang tidak dapat mendengar dengan baik tidak akan dapat berbicara dengan baik. Oleh karena itu pengajar bahasa bisa melaksanakan pembelajaran keterampilan berbicara seraya mengiringi keterampilan mendengar yang telah dimiliki peserta didik. Pemahaman peserta didik tentang topik bahasan yang diperolehnya melalui proses mendengar dapat dimanfaatkan sebagai langkah awal pengajaran berbicara. Pada dasarnya keterampilan berbicara merupakan pengungkapan (ta'bir) dari isi pemikiran yang telah terekam di dalam pemahaman peserta didik.
Oleh karena hubungannya yang sangat dekat dengan pembelajaran keterampilan mendengar, maka dalam melaksanakan pembelajaran ketermpilan berbicara (maharat al-kalam) seorang pengajar Bahasa Arab dapat memilih topik-topik yang sederhana dan dekat dengan dunia siswa sebelum topik tersebut meningkat sesuai dengan tingkat kesulitannya.
Dalam kaitannya dengan manajemen berbasis sekolah, pembelajaran Bahasa Arab, seorang pengajar dapat memperhatikan tingkat penguasaan siswa tentang Bahasa Arab yang didukung oleh kegiatan mereka di luar sekolah seperti dalam lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan bermain. Tidak jarang ditemukan siswa yang telah menempuh pendidikan formal seperti sekolah dan madrasah juga mengikuti program pendidikan lainnya seperti pondok pesantren dan sebagainya. Dengan demikian kegiatan mereka di lembaga pendidikan non formal tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengajar bahasa untuk menentukan topik dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan bahasa serta minat dan bakat mereka.
3. Mengajar Keterampilan Membaca (Maharat al-Qira'ah)
Untuk memiliki keterampilan membaca (maharat al-qira'ah) yang baik dibutuhkan kecermatan tersendiri. Hal ini dikarenakan membaca merupakan kegiatan memahami isi pemikiran penulis yang tentu saja tidak sedang berada dihadapan pembaca. Kegiatan menarik pemahaman tersebut lebih sulit dibandingkan dengan pengambilan pemahaman melalui proses pembicaraan atau dialog yang melibatkan langsung antara pembicara (mutakallim) dan pendengar (sami'), dimana proses dialog tersebut dapat melibatkan bahasa tubuh yang dapat membantu terjadinya kesepahaman yang baik antara kedua belah pihak.
Dengan memperhatikan tingkat kesulitan yang ada pada kegiatan membaca, maka dalam pelaksanaan pembelajaran dengan materi keterampilan membaca (maharat al-qira'ah), seorang pengajar dapat juga menggunakan pendekatan pemilihan materi bacaan (al-maddah al-maqru'ah) secara berjenjang dari materi yang mudah menuju materi yang semakain sulit, dari materi yang sangat dekat dengan dunia siswa menuju materi yang semakin abstrak bagi pemahaman mereka.
Dalam kaitannya dengan MBS, pengajaran keterampilan membaca (maharat al-qira'ah) di lingkungan pendidikan agama dapat dilaksanakan dengan menarik korelasi pelajaran Bahasa Arab dengan pelajaran lainnya. Sebagaimana dimaklumi bahwa kurikulum pendidikan di lingkungan pendidikan agama memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan kurikulum pendidikan umum. Kelebihan tersebut dapat dicontohkan dalam komposisinya yang sebagian besar terdiri dari materi-materi agama Islam yang sebagian besar pula referensi dan acuannya ditulis dengan Bahasa Arab. Keadaan seperti ini dapat dijadikan peluang oleh pengajar untuk menarik korelasi antara pelajaran Bahasa Arab dengan pelajaran agama lainnya. Korelasi tersebut bisa berupa penyediaan bahan bacaan untuk melatih keterampilan membaca (maharat al-qira'ah) sekaligus sebagai media pendalaman materi pelajaran yang lain. Langkah seperti ini akan melahirkan beberapa keuntungan bagi siswa, tenaga pengajar dan lembaga itu sendiri. Keuntungan tersebut antara lain adalah efisiensi materi, kesinambungan materi-materi pelajaran dan timbulnya minat belajar siswa yang tinggi yang disebabkan siswa merasa senang dengan apa yang mereka pelajari.
4. Mengajar Keterampilan Menulis (Maharat al-Kitabah)
Keterampilan menulis (maharat al-kitabah) merupakan keterampilan terakhir dalam beberapa keterampilan bahasa. Untuk menguasai keterampilan ini secara baik dibutuhkan penguasaan keterampilan bahasa sebelumnya dengan baik pula. Hal ini dikarenakan menulis merupkan kegiatan menuangkan isi pikiran dalam bentuk tulisan yang tujuannya untuk dapat dipahami oleh pembaca yang tentu saja tidak sedang berhadapan atau bahkan tidak satu masa dengan penulis. Seluruh aspek bahasa yang meliputi penguasaan struktur (qawa'id), kosa kata (mufradat), sastra (balaghah), dan pilihan diksi yang baik (ikhtiyar al-kalimah) sangat dibutuhkan dalam kegiatan menulis.
Dalam pembelajaran Bahasa Arab dengan pendekatan MBS di lingkungan pendidikan agama, pengajar dapat memanfaatkan minat dan bakat siswa dalam menuangkan kreasinya dalam bentuk bahasa-bahasa sederhana seperti dalam bentuk penulisan surat idzin, penulisan artikel sederhana untuk pengisian majalah dinding (mading), penulisan puisi, ataupun kaya-karya ilmiah yang lebih serius. Demikian pula pengajar dapat menciptakan iklim kompetitif menulis pada momen-momen tertentu seperti pada program class meeting, pekan sekolah, penutupan tahun pelajaran dan sebagainya. Tentu saja materi atau topik tulisan harus disesuaikan dengan tingkat penguasaan Bahasa Arab peserta didik. Demikian pula pembinaan keterampilan menulis peserta didik di lembaga pendidikan agama dapat dimulai dengan latihan penyaduran karya-karya tulis yang ada dengan bahasa siswa (al-ta'bir al-tahriry)


Penutup
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terobosan baru para pemikir pendidikan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya pada pengelola sekolah untuk "menjalankan" kegiatan sekolahnya sesuai kondisi dan situasi yang ada di lapangan. Dengan demikian pengelola sekolah tidak harus mengelola sekolahnya dengan pola sentralisasi yang mengacu pada "petunjuk" atau kebijakan dari pusat dengan sistem penyeragaman. Tentu saja bidang garapan pendidikan tidak semuanya harus dilepaskan dengan kebijakan pemerintah pusat. Oleh karena itu ada beberapa hal yang memerlukan standarisasi pusat dalam pelaksanaan di lembaga pendidikan. Kondisi daerah, dan kebutuhan lokal menjadi acuan penerapan MBS di lembaga pendidikan.
Dalam kaitannya dengan pengajaran Bahasa Arab, MBS memberikan kesempatan seluas-luasnya pada pengajar Bahasa Arab untuk mengaktualisasikan potensi sekolah dalam merancang sistem pembelajaran. Kesempatan ini memberikan peluang bagi pengelola lembaga pendidikan agama, mengingat sebagaian besar lembaga pendidikan agama telah memiliki basic yang memadai untuk pengembangan Bahasa Arab. Melihat kesempatan besar ini, maka menjadi hal yang sepatutnya apabila lembaga pendidikan agama memiliki nilai kompetensi Bahasa Arab yang lebih dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum. Inilah peluang dan tantangan para pengajar Bahasa Arab. Pertanyaannya adalah mampukah mereka merespon hal ini dengan baik? Wa Allah A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar